Kantor
Walikota Bima
Bima
adalah sebuah kota dan kabupaten otonom yang terletak di Pulau Sumbawa bagian
timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia. Kabupaten Bima berdiri pada
tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima
I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini
kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun.
sedangkan Kota Bima yang berdiri pada tanggal 10 april 2002 merupakan adik
kandung dari kabupaten Bima.
Kesultanan (Mbojo)
Bima
Pada
tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima
I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Sebelum islam masuk
ke bima masyarakat menganut agama makamba makimbi atau animisme serta
Hindu/syiwa ukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima
seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende
Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam
sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan
bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah
Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang
mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat
penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura,
Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.
Kerajaan
Bima dahulu terpecah –pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing
dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah yaitu :
1.
Ncuhi
Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
2.
Ncuhi
Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
3.
Ncuhi
Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
4.
Ncuhi
Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
5.
Ncuhi
Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur.
Lambang
kesultanan Mbojo
Mahakota
Sultan Bima
Sampa
Raja (Keris pusaka kesultanan Bima)
Amo
wacarima
Pakaian
Adat
Upacara
Hanta Ua Pua
Upacara Adat Hanta Ua Pua dilaksanakan pertama kali
pada masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin, Sultan Bima kedua
(1640-1682 M). Sejak saat itu, Upacara Adat Hanta Ua Pua ditetapkan sebagai
salah satu perayaan rutin kesultanan Bima yang dikenal dengan Rawi Na’e Ma Tolu
Kali Samba’a (Upacara Besar yang Dilaksanakan dalam Tiga Kali Setahun). Perayaan
tersebut yaitu Ndiha Aru Raja Na’e (Perajaan Idul Adha), Ndiha Aru Raja To’i
(Perayaan Idul Fitri), dan Ndiha Ua Pua (Perayaan Hanta Ua Pua).
Masjid
Sultan Salahuddin
Masjid
ini dikenal sebagai Masjid Kesultanan Bima. Berdasarkan catatan yang ada di
masjd tersebut, masjid ini dibangun pada tahun 1770 Masehi oleh Sultan Abdul
Kadim Zillullah Fil. Alam, Sultan Bima ke-8
Taji
tuta (Tarian adu kepala)
Rimpu
(pakaian menutup aurat masyarakat Bima)
Uma Jompa (tempat Menyimpan padi)
Biola katipu
Kareku Kandei
Muna Tembe Nggoli (Tenun)
Pacoa Jara (Pacuan Kuda)
Pacoa Jara di Mbojo (Bima) dan Dompu telah
berlangsung secara turun temurun. Meski pacuan kuda kini semakin modern baik
dari segi perlombaan maupun keselamatan joki, namun Pacoa Jara tetap bertahan
dengan segala budayanya. Tradisi leluhur yang tidak luntur.
Pulau Ular Wera
legenda terjadinya pulau ular ini yaitu
adanya sebuah kapal yang bermuatan banyak manusia tenggelam dan akhirnya
dikutuk kapalnya menjadi gunung kecil dan manusianya menjadi ular..(menurut
cerita tetua jaman dahulu kala).
Nisa Satonda (pulau satonda)
Doro / Gunung Tambora
Gunung tambora meletus pada bualan april 1815. letusan gunung ini adalah letusan terbesar di dunia pada era modern dan 4 kali lebih kuat dari letusan gunung krakatau
Gunung tambora meletus pada bualan april 1815. letusan gunung ini adalah letusan terbesar di dunia pada era modern dan 4 kali lebih kuat dari letusan gunung krakatau
Saronco
Wua Parongge